“Ste, ngomong dong. Jangan diem doang...”

“Lah kenapa? Enak kok diem-dieman gini.” Stefani mengerjap, kemudian melanjutkan, “Pernah denger gak, there’s a saying that ‘sometimes silence is much better than talking. At least it don’t hurt.’?”

Brian memperhatikan Stefani dari samping dengan tangan kirinya terus aktif menelusuri surai coklat kehitaman milik si gadis. “Ya gimana, gua ga terbiasa sama suasana kosong kayak gini, Ste. Ga tau ya, I just feel embarrassed for things I don’t know... Either it’s for the silence, or mungkin karena kita habis... You know, lah.”

”God, why should we be embarrassed by silence?” Stefani sedikit memajukan badannya, yang secara tidak langsung juga berarti melepas rangkulan tangan Brian di pundaknya, “What comfort do we find in all the noises?”

Brian menatap Stefani dalam diam, kemudian di detik berikutnya ia berujar pelan, “At least with noise, I can hear your voice inflections,” Lalu terdapat hening yang terkesan menuntut di sana, sebelum Brian kembali melanjutkan, “When it’s silent, I’m left wondering.”